Selasa, 06 Agustus 2013

KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK



Setiap minggu ada saja berita dalam koran yang memberitakan  adanya kejahatan seksual terhadap anak.   Alasan klasik adalah anak yang menjadi korban dari pelecehan seksual itu karena korban yang lemah. Seorang anak wanita atau perempuan yang tak berdaya karena dia diancam oleh pelakunya. Bukan hanya itu  para korban itu tak lagi mempunyai pilihan untuk berteriak atau meminta pertolongan sebelum hal itu terjadi.  
                Mengagetkan ketika Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak melaporkan pada tahun 2012 terdapat 2,637 kasus pengaduan kekerasan terhadap anak. Dari  sekian banyak, 62% dari angka 2,637 merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak.  Jumlah ini melonjak 20% dari data 2010.  Korbannya adalah anak dari keluarga ekonomi menengah kebawah.   Angka diatas mempresentasikan bagaimana masalah kekerasan seksual tidak ditangani dengan baik.   Benak saya selalu dipenuhi dengan pertanyaan apa yang dilakukan pemerintah, DPR, dan masyarakat.

                Komisi Nasional Perlindungan Anak telah melakukan usaha membuat petisi on line , minta dukungan kuat kepada masyarakat. Tema petisi adalah  “Bebaskan Anak dari Kekerasan Seksual”.  Dalam petisi yang ditujukan kepada Presiden RI (SBY),  , DPR-RI, Kapolri, Kemenhumkan, KPP-PA

                Untuk memberikan jaminan perlindungan hukum bagi anak-anak korban kekerasan seksual, dimana pemerintah harus segera melakukan amandemen UU Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 mengenai ketentuan pidana kekerasan seksual dari ancaman hukuman maksimal 15 tahun menjadi minimal 20 tahun dan maksimal seumur hidup.
                
               Sebuah petisi hanya bagaikan gong kosong berbunyi nyaring tanpa adanya suara yang menggema kembali., bagaikan sesuatu yang bertalu setelah itu hilang  .   Apakah korban-korban akan terus dibiarkan bergelimpangan tanpa masa depan dan meninggalkan trauma seumur hidupnya?

                Namun, petisi tinggal petisi jika pemangku  eksektif, judikatif  tidak bergeming.  Mereka tak juga bergerak dan tak melakukan suatu tindakan yang seharusnya benar dilakukan.  Pelaku dari kekerasan seksual tidak boleh dibiarkan terus menerus menikmati hukuman yang sangat ringan. Sementara korban trauma  pelecehan seksual yang kebanyakan adalah anak-anak akan menghadapi trauma seumur hidupnya.  Bukah hanya trauma tetapi masa depan yang hancur sama sekali.  Anak yang jadi korban harus dikeluarkan dari sekolahnya. Sekolah merasa  tidak bertanggung jawab atau secara sosial telah ikut menghukum anak dengan tidak memperbolehkan anak kembali bersekolah. Anak telah kehilangan identitas dirinya, sekarang dia kehilangan masa depannya dengan dikeluarkan dari sekolahnya.  Apakah  ada keadilan bagi anak yang mengalami  kekerasan seksual?    

                Lebih menyedihkan kembali  adanya pernyataan dari seorang pejabat dari Kementerian Pendidikan pada suatu kasus kekerasan seksual yang menyalahkan korban.  Seolah-olah korban sengaja memakai  rok pendek dan tak senonoh yang menggoda pelaku.   Dalam hal telah terjadinya peristiwa sebaiknya tak mengatakan apapun atau menghakimi korban.  

                Sebagai orangtua , saya tak memerlukan petisi yang tak bergaung.    Tetapi saya ingin memberikan sedikit kontribusi terhadap  masalah kekerasan seksual  terhadap anak dalam skala kecil yang dapat saya lakukan.    Dalam facebook, saya tulis di  timeline.    Saya  ingatkan kepada para orangtua  benteng dari kekerasan seksual terhadap anak adalah keluarga.   Keluarga merupakan bagian terpenting bagi anak.  Hubungan yang dekat antara orangtua dan anak.  Anak tak takut untuk berbicara, berkomunikasi dengan orangtua jika ada masalah. Mereka tak lari dari keluarga jika menghadapi masalah.   Mereka tak mencari solusi di luar keluarga.   Orangtua yang membekali anak-anaknya dengan pendidikan seksual sejak dini.   Untuk anak perempuan, mereka harus mengerti dan memahami betapa mereka harus menghargai  tubuh mereka.  Tidak seorangpun yang dapat melakukan hal-hal yang diluar kesopanan  .Menjaga  tubuh dan menghargai tubuh sangat penting.  Pendidikan seksual bukan hal yang tabu karena lebih baik anak mendapat pendidikan seksual dari orangtua daripada dari oranglain yang belum tentu benar.   
              Tentu kita tak dapat menunggu sekolah atau pendidikan lain untuk memberikan pendidikan seksual kepada anak.   Tak kalah penting adalah anak harus diperingatkan agar berhati-hati  terhadap godaan dan rayuan serta iming-iming dari orang untuk memberikan sesuatu, mengajak berkencan dengan orang asing melalui  perkenalan facebook.   Banyak hal yang dapat dilakukan seorang ibu untuk menjaga dan membentengi agar anak selalu sadar akan bahaya untuk keselamatan dirinya.   Secara singkat inilah tips bagi para ibu untuk mengingatkan anak-anak terhadap kekerasan seksual:

Cara  perlindungan keluarga terhadap anak agar jangan timbul kekerasan :

  • Pelaku pelecehan seksual biasanya adalah orang dekat dengan anak anda
  • Jadilah orangtua yang terbuka dengan anak sehingga masalah apapun anak mau mengemukakannya
  • Mengatakan “tidak” terhadap orang yang tak dikenal yang mengajak pergi ke suatu tempat
  • Kenyaman berkomunikasi dengan orangtua
  • Mengetahui tanda-tanda kalau anak sudah dilecehkan
Benteng  perlindungan adalah keluarga.   Apakah ini sudah cukup terjamin?    Tentu tidak, karena di luar sana masih banyak berkeliaran orang-orang yang  masih mengaum, mencari korban untuk korban berikutnya.   
Tugas dari pemegang eksekutif dan judikatif untuk merumuskan suatu undang-undang yang lebih tegas, hukuman yang lebih berat bagi pelaku kejatan seksual terhadap  anak. Cepat bertindak dalam amendemen Undang Undang  No.23 tahun 2002.

                Jangan biarkan generasi Indonesia  hilang karena anak-anak yang traumatis akibat pelecehan tak bisa menemukan keamanan diri secara sosial dan hukum,  penerimaan  dan pengakuan sosial, terbuang tanpa masa depan yang jelas.
Negara harus melindungi, negara harus menjadi tempat aman bagi setiap anak Indonesia