Kamis, 23 September 2010

KIAT MENGOPTIMALKAN EQ ANAK







Apa tujuan anak menjadi orang tua? Membesarkan anak anak yang sehat, sukses dan bahagia? Seorang anak yang berhasil kepintaran akademik dapatkah dia terjamin hidupnya akan sukses? Bila si Tommy nanti menjadi seorang Direktur suatu perusahaan,apakah ia akan bahagia. Ternyata modal utama agar anak bisa hidup sukses dan bahagia bukan hanya dari inteijensi (IQ) belaka tetapi harus ada EQ dan SQ yang seimbang. Namun, kita akan membahas apa kita mengoptimalkan EQ.

Memanfaatkan banjir

Banjir tidak selalu identik dengan cerita duka. Anak-anak dan remaja di kali Cipinang sebagai arena bermain yang mengasyikan. Kegiatan bermain sejumlah anak diyakini oleh para ahli psikologi sebagai sarana efektif dan ampuh untuk meningkatkan kecerdasan emosional anak. Jika anak kerakp menampilkan emosi yang meledak-ledak, mudah marah, gampang curiga, suka mengancam, senang melakukakan bentrok fisik, tenggelam dalam kesedihan, kerap merasa bersalah serta cemas berkepanjangan, itu semua menunjukkan anak yang bersangkutan memiliki tingkat cerdasan emosi (EQ) yang rendah. Hal ini patut diperhatikan para orang tua , karena tingkat kemampuan (IQ) anak yang tinggi tidak ada artinya jika EQ-nya rendah.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri sendiri. Mengatur emosi untuk diolah menjadi motivasi, merencanakan dan mencampai tujuan hidupnya.

Apa kiat untuk menciptakan kecerdasan emosi anak?
Kalo selama ini orang mengukur kecerdasan intelektual,terkenal dengan test IQ, maka sampai sampai saat ini belum ada alat ukur untuk kecerdasan emosi. IQ diukur dengan melakukan evaluasi atas berbagai aspek intelektual seperti konsentrasi, daya nalar, daya abstraksi dan daya analisis sintesis.

Seorang anak yang menampilkan kecerdasan emosi tinggi akan tampil yakin terhadap emosi yang dirasakan, mampu mengungkapkan perasaannya dengan tepat, mampu mengenali emosi orang lain dan menanggapinya secara baik.

Anak yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, akan tampil hangat, simpatik, mudah bergaul, dan menyenangkan bagi orang lain. Kecerdasan emosi seorang anak sangat terkait erat dengan gaya pengasuhan yang dilakukan oleh orang tuanya.

Kecerdasan emosi diawali dengan adanya pengenalan terhadap emosi, baik emosi yang dialami sendiri maupun yang dirasakan orang lain. Sebagai anak yang pemikirannya masih berpusat pada diri sendiri, kecerdasan emosi diawali dengan usaha untuk mengenali emosinya sendiri.

Proses ini akan banyak dibantu oleh orang tua yang memiliki empati yaitu bersedia memahami emosi anak. Diatas telah dijelaskan bahwa emosi anak dipengaruhi oleh gaya orangtua dalam mengasuh anaknya. Ada empat gaya pengasuhan yaitu gaya pengasuhan mengabaikan emosi anak, menentang emosi, gaya serba boleh , dan gaya pencerdasan dan pencerahan emosi anak. Untuk mengembangkan kecerdasan emosi anak beberapa langkah yang perlu dilakukan orangtua. Pertama, menyadari dan memahami emosi anak. Kedua, memandang emosi sebagai peluang untuk menjadi akrab dan menjadi sahabat anak. Ketiga, mendengarkan dengan empati setiap masalah anak dan menjelaskan emosi anak. Keempat, membantu anak memahami emosinya, dan terakhir , menetapkan aturan dan membantu anak menyelesaikan masalah.

Contoh untuk aplikasi melatih emosi:

Bermain bersama

Kegiatan bermain dapat dimanfaatkan orangtua, guru, atau pendidik sebagai wahana untuk mengembangkan kecerdasan anak. Orangtua dapat ikut berperan dalam kegiatan bermain bersama anak dengan berpedoman pada sikap dan langkah yang perlu mendapat perhatian para pengasuh anak.

Orangtua dapat mengembangkan emosi anak secara baik dengan merangsang sikap emosional anak dalam kegiatan bermain. Yang paling mudah dilakukan anak bersama orangtua adalah kegiatan bermain pura-pura. Misalnya pura-pura menjadi guru dan murid, dokter dan pasien, pilot dan pramugari.

Dalam kegiatan bermain ini emosi anak akan muncul. Anak akan banyak mengungkapkan emosi yang pernah dia temui dalam pengalamannya sehari-hari. Ungkapan emosi anak ini harus mampu diamati, digali, dan diarahkan orangtua sehingga anak dapat belajar mengenal emosi dan bentuk ekspresinya lewat kegiatan bermain yang dilakukan bersama pengasuhnya.

Selain itu, membaca buku dan bercerita dengan menggunakan boneka juga dapat dijadikan sarana untuk mengembangkan kecerdasan emosi anak. Saat anak menunjukkan emosi negatif dan tidak mudah diajak bicara, orangtua dapat menarik perhatian dengan cerita menggunakan boneka.

Orangtua pun dapat mengarang cerita mirip dengan pengalaman anak dan menjelaskan emosi yang dirasakan boneka-boneka dalam situasi yang dialami anak. Kemukakan juga konsekuensi kalau ia menangis terus tanpa ambil tindakan tegas dan mengandalkan belas kasihan orang.

Pengenalan dan melatih pengembangan emosi anak juga dapat dilakukan dengan menggunakan kartu gambar. Orangtua atau guru dapat membuat kartu khusus terdiri atas gambar orang dengan berbagai ekspresi emosi.

Dalam permainan ini selain belajar mengenali emosi, anak juga belajar mengendalikan emosi, misalnya saat menunggu giliran, saat jumlah yang dikumpulkan kalah banyak dari teman mainnya, saat berkali kali gagal menemukan pasangan gambar yang cocok.

Inilah sedikit kiat mengoptimalkan EQ anak.
Terima kasih buat narasumber : Bp Dono Baswarono- Parenting
Ibu Shinta

1 komentar:

  1. Jaman sekarang kebanyakan ortu lebih mementingkan IQ daripada EQ ya. Mungkin karena struktur pendidikan disini masih sangat mendewakan nilai pelajaran.

    BalasHapus